Friday, 6 April 2018
Subhanallah!! Mengapa Seseorang Tidak Mampu Menggerakkan Bibir Saat Mengucap Laailaha illallah Ketika Sakaratulmaut. Sila Baca Untuk Penjelasannya.
Kenapa Bibir Manusia Tak Bergerak Saat Mengucap “Laaila ha Illallaah”? Ini Rahasianya Saat Sakaratul Maut
Kenapa bibir kita (atas dan bawah) tidak bergerak sewaktu kita mengucapkan kalimah Laaila ha illallaah? Cuba ucapkan Laaila ha illallah, kedua bibir kita tak bergerak kan? Belum percaya? Cuba ulangi lagi “Laaila ha illallah”. Kenapa dan mengapa?
Jawabannya: Itulah rahmat Allah yang amat besar kepada hamba-hambaNya. Disaat sakaratul maut, tubuh kita tidak boleh berbuat apa-apa. Allah memberikan pilihan paling mudah untuk hamba-Nya untuk melafadzkan Laila ha illallah atau Laa Ilaaha Ilallaah.
Allah tidak menuntut badan kita bergerak sedikitpun bahkan bibir kita. Ini kerana seseorang yang didatangi sakaratul maut (nazak) dia sudah tidak berdaya lagi menggerakkan seluruh tubuhnya kecuali lidahnya saja.

Sedemikian besarnya Allah memberikan kemudahan saat orang-orang menghadapi kematian.
Sebahagian mungkin akan mendapatkan kesulitan untuk mengucapkan kalimah ini walaupun ia nya nampak mudah.Tetapi ketika sakaratul maut untuk memudahkan kita mengucap kalimah ini adalah bergantung kepada amal kita. Tapi Allah benar-benar tidak menginginkan umat Islam masuk neraka, kerana begitu sakitnya neraka, begitu tidak mampunya manusia masuk neraka, begitu luasnya neraka dan begitu ngerinya neraka.
Seandainya saja percikan setitis api neraka turun kebumi, maka bumi dan isinya akan hancur luluh.
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه
Sakaratul Maut, tentang Kesakitan dan Apa Yang Memudahkannya
Kehadiran Malaikat Maut
Jika ajal telah tiba dan manusia sedia untuk memasuki alam ghaib, Allah S.w.t mengutus Malaikat Maut untuk mencabut roh yang mengatur dan menggerakkan badan. Allah berfirman maksudnya; “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, dia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” [Surah Al-An’aam : ayat 61]
Malaikat Maut mendatangi seorang mukmin dalam rupa yang baik dan bagus. sedangkan kepada orang kafir dan munafiq, dia datang dalam bentuk yang menakutkan.
Dalam hadits dari Al-Barra’ ibnu ‘Azib diriwayatkan bahawa Rasulullah S.a.w bersabda; “Sesungguhnya jika seorang mukmin berada dalam keadaan berpisah dari dunia dan menuju Akhirat, malaikat dari langit turun kepadanya. Wajah mereka putih bagai matahari. Mereka membawa kafan dan wangian dari syurga, lalu mereka duduk di depannya sejauh pandangan sihamba. Kemudian datanglah Malaikat Maut as. lalu duduk dekat kepalanya lalu berkata, “Wahai jiwa yang baik (dalam riwayat lain – jiwa yang tenang), keluarlah menuju keampunan dan redha Tuhanmu!” Lalu jiwa itu keluar mengalir seperti titisan air mengalir dari mulut bekas air, lalu malaikat mengambilnya. Jika seorang kafir (dalam riwayat lain – orang jahat) sedang dalam keadaan terputus dari Akhirat dan menghadapi dunia, dari langit turun kepadanya malaikat, yang galak, bengis dan hitam wajahnya dengan memakai pakaian yang menjijikkan (dari neraka). Para malaikat itu duduk sejarak pandangan matanya. Kemudian datanglah Malaikat Maut dan duduk dekat kepalanya lalu berkata; “Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kebencian dan murka Allah!” Lalu ia berpisah dari jasadnya, dan si malaikat mencabut nyawanya seperti bulu wol yang tebal dan basah dicabut (bersamaan dengan itu terputuslah urat-urat dan sarafnya).” [HR Ahmad, Abu Daud, Al-Hakim, dinilai Sahih oleh Imam Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqiin]
Hadits di atas menyatakan bahawa Malaikat Maut memberi khabar gembira kepada Mukmin bahawa dia mendapat keampunan dan redha Allah, dan memberi khabar buruk kepada sikafir bahawa dia mendapat kebencian dan murka Allah. Hal seperti ini juga dijelaskan dalam banyak ayat Al-Quran. Allah S.w.t berfirman; “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: `Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan); “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperolehi) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” [Surah Fusshilat : ayat 30]
“(Iaitu) orang-orang yang dimatikan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka); “Salamun ‘alaikum (selamat sejahtera ke atasmu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [Surah An Nahl : 32]
Adapun terhadap orang-orang kafir, malaikat turun kepada mereka dalam keadaan sebaliknya. Allah S.w.t berfirman; “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya; “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab; “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata; “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [Surah An-Nisaa’ : ayat 97] [1]
Menurut riwayat Ibnu `Abbas; beberapa orang Islam turut berperang bersama kaum musyrikin, menentang Nabi Muhammad S.a.w. Dalam peperangan itu di antara mereka ada yang mati kena panah dan ada pula yang mati kena pedang, lalu turunlah ayat di atas. [Riwayat Bukhari]
Dalam ayat di atas, Allah menerangkan segolongan orang Islam yang tetap tinggal dl Mekah. Mereka menyembunyikan keislaman mereka dari penduduk Mekah dan mereka tidak ikut berhijrah ke Madinah, padahal mereka mempunyai keupayaan untuk melakukan hijrah. Mereka merasa senang tinggal di Mekah. Walaupun mereka tidak mempunyai kebebasan mengerjakan ajaran-ajaran agama dan membinanya. Allah menghidupkan mereka sebagai orang yang menganiaya diri sendiri.
Sewaktu perang Badar berlaku, mereka di bawa ikut berperang oleh orang musyrikin menghadapi Rasulullah S.a.w. Dalam peperangan ini sebahagian mereka mati terbunuh. [2]
Sakaratul Maut
“Setiap jiwa akan merasai mati.” [Surah Aali ‘Imran : ayat 185]
Setiap manusia ketika meregang nyawa mengalami sakaratul maut sebagaimana dijelaskan dalam ayat, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” [Surah Qaaf : ayat 19]
Sakaratul maut bermakna kesulitan dan kesukaran maut. Ar-Raghib berkata dalam al-Mufradat, “Kata sakar adalah suatu keadaan yang menghalang antara seseorang dengan akalnya. Dalam penggunaannya, kata ini banyak dipakai untuk makna minuman yang memabukkan. Kata ini juga membawa maksud marah, rindu, sakit, ngantuk dan keadaan tidak sedar (pengsan) yang disebabkan oleh rasa sakit. ” [3]
Rasulullah S.A.W pernah mengalami sakaratul maut. “Bahawa di hadapan Rasulullah ada satu bekas kecil dari kulit yang berisi air. Baginda memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian mempunyai sakaratul maut.” Dan baginda menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa baginda tercabut dan tangannya lemah.” [HR Bukhari, kitab Riqab, bab Sakaratul Maut, 6510 dan kitab Maghazi , bab Sakit dan wafatnya Nabi, 4446]
Aisyah bercerita mengenai sakitnya Rasulullah S.A.W, “Aku tidak melihat sakit pada seseorang yang lebih keras berbanding yang dialami Rasulullah S.A.W.”
Aisyah juga pernah masuk ke bilik ayahnya Abu Bakar yang sedang sakit menjelang wafatnya. Tatkala sakit itu semakin berat, Aisyah mengucapkan sebait syair:
“Kekayaan tidak bermakna apa-apa bagi seorang pemuda ketika mati melewati kerongkongannya dan menyesakkan dadanya.”
Lalu Abu Bakar membuka wajahnya dan berkata, “Bukan begitu, yang benar (mengutip sebuah ayat Al-Quran) “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”
Beberapa tokoh menceritakan pengalaman sakaratul maut mereka. Di antaranya adalah Amru ibn al-‘Ash. Saat dia sakarat, anaknya berkata kepadanya, “Wahai ayahku, engkau pernah mengatakan, “Semoga saja aku bertemu dengan seorang laki-laki yang berakal ketika maut menjemputnya agar dia melukiskan kepadaku apa yang dilihatnya!” “Sekarang, engkaulah orang itu. Maka ceritakanlah kepadaku!” Ayahnya menjawab, “Anakku, demi Allah seakan-akan bahagian sampingku berada di katil, seakan-akan aku bernafas dari jarum beracun, seakan-akan duri pohon ditarik dari tapak kaki hingga kepala.” Kemudian dia mengucapkan sebaris bait syair:
“Aduhai, andai saja sebelum hal yang telah jelas di hadapanku ini terjadi aku berada di puncak gunung sambil menggembala kambing gunung.” [4]
Mengapa Rasulullah S.a.w menderita ketika Sakaratul Maut?
Keadaan umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin adalah mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita Sakaratul Maut juga mendera sebahagian orang soleh. Tujuannya untuk menghapuskan dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Baginda Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya Sakaratul Maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits’ Aisyah di atas tadi. [5]
Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata: “Dalam hadis tersebut, kesengsaraan Sakaratul Maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman dapat untuk menambah kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya.” [6]
Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, mengandungi manfaat:
Pertama: Supaya orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak dapat dilihat mata. Kadang-kala ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau kegoncangan. Kelihatan roh keluar dengan mudah. Sehingga dia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Dia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, menceritakan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, walaupun mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebahagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan dia rasakan dan dihadapi mayat secara mutlak, berdasarkan khabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.
Kedua: Mungkin akan terdetik di benak sebahagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya , mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini? Padahal Allah mampu meringankan bagi mereka? Jawabnya, bahawa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin serupa dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lain-lain. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapkan keutamaan dan peningkatan darjat mereka di sisi-Nya. Ini bukan suatu aib bagi mereka juga bukan bentuk seksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meskipun mampu meringankan dan mengurangkan (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan bererti Allah merumitkan proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sekatan untuk kejahatan mereka. Maka tidak boleh disamakan.” [7]
Yang meringankan Sakaratul Maut
Rasulullah S.A.W memberitahu kepada kita bahawa sakaratul maut akan diringankan bagi orang yang mati syahid di medan perang. Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah S.A.W bersabda, “Orang yang mati syahid tidak merasakan sakitnya terbunuh, kecuali seperti sakitnya dicubit.” [Diriwayatkan oleh at-Turmudzi, an-Nasa’i dan ad-Darimi. Imam at-Turmudzi berkata, “Hadis ini hasan gharib.”] [8]
Doa agar dipermudahkan Sakaratul Maut
اللهم هون علينا سكرات الموت
“Allahumma hawwin ‘alainaa sakaraatil maut”.
“Ya Allah, permudahkan kepada kami Sakaratul Maut.”
Jika mahukan yang lebih panjang, seperti di bawah;
اللهم انا نسألك سلامة في الدين و عافية في الجسد و زيادة في العلم و بركة في الرزق, وتوبة قبل الموت و رحمة عند الموت و مغفرة بعد الموت اللهم هون علينا سكرات الموت والنجاة من النار والعفو عند الحساب
“Allahumma innaa nas-aluka salaamatan fid-din, wa ‘aafiatan fil-jasad, wa ziyaadatan fil-ilmi, wa barakatan fir-rizqi, wa taubatan qablal maut, wa rahmatan ‘indal maut, wa maghfiratan ba’dal maut, Allahumma hawwin ‘alainaa sakaraatil-maut, wan-najaata minan-naar, wal’afwa ‘indal hisaab.”
“Ya Allah, kami mohon keselamatan dalam agama, dan afiat pada badan kami, bertambah ilmu, berkat dalam rezeki, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati (Sakaratul Maut), keampunan selepas mati, Ya Allah permudahkanlah kepada kami Sakaratul Maut, selamat dari api neraka dan keampunan ketika dihisab.”
Wallahu a’lam …….
Sumber: newklise.wordpress.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment